Total Tayangan Halaman

Kamis, 17 November 2016

Peran Perpustakaan Dalam Pelestarian Naskah Kuno di Indonesia

PERAN PERPUSTAKAAN
DALAM PELESTARIAN NASKAH KUNO DI INDONESIA

             Di Nusantara ini banyak sekali terdapat naskah kuno sebagai peninggalan peradaban nenek moyang kita yang sangat unik dan tak ternilai harganya. Naskah kuno-naskah kuno tersebut merupakan warisan khazanah budaya masa lampau yang sangat berharga nilainya, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Naskah kuno tersebut merupakan salah satu pintu bagi kita untuk menguak dan memahami siapa diri kita sejatinya, karena setiap naskah kuno pasti membawa pesan yang penting dari masa itu yang perlu kita ketahui. Di dalam naskah kuno banyak tersimpan kearifan lokal yang masif tetap relevan bahkan di jaman modern sekarang ini. Bahkan tidak jarang naskah kuno memuat informasi dan pengetahuan di berbagai bidang yang menakjubkan dan bisa dikembangkan di dunia modern mulai dari ilmu seni budaya, adat istiadat, sastra, sejarah, ilmu pengobatan, kosmetika, ilmu keagamaan, ilmu bangunan, teknik arsitektur dsb. Hal ini menunjukkan bahwa nenek moyang kita dahulu telah mencapai suatu tingkat peradaban yang sangat tinggi.
         Mengingat hal-hal tersebut di atas sudah sewajarnya jika naskah kuno peninggalan nenek moyak yang tak ternilai harganya itu kita kelola dengan sebaik-baiknya. Namun, sayangnya yang terjadi di negeri kita tercinta ini tidak atau belumlah seperti sebagaimana mestinya. Banyak sekali naskah kuno di berbagai daerah di Indonesia yang tidak terawat dan rusak sebelum sempat diambil manfaatnya. Bahkan naskah kuno Melayu yang berada di daerah Sumatra seperti Riau dll menjadi sasaran orang-orang dari Malaysia dan mereka berani membeli dengan haraga yang cukup fantastik untuk ukuran orang awam, untuk satu naskah kuno bisa dihargai lebih dari Rp.50 juta, suatu nilai yang cukup menggiurkan. Banyak naskah kuno Melayu, terutama yang berada di tangan penduduk banyak yang dijual dan berpindah kepemilikan menjadi milik Malaysia, di mana memang Malaysia sedang berambisi menjadi pusat budaya Melayu. Ada hal yang cukup ironi di negeri ini, karena justru orang dari luar yang memiliki kepedulian terhadap upaya penlestarian naskah kuno di Indonesia. Sebagai contoh, digitalisasi sebagian naskah kuno di Keraton Yogyakarta, Aceh, Cirebon dan Solo dilakukan oleh Universitas Leipzieg Jerman.
          Naskah Jawa kuno terutama yang berasal dari Keraton Yogyakarta mengalami nasib yang tragis karena sebagian besar tidak kita miliki lagi karena banyak yang berada di Inggris dan Belanda. Naskah-naskah Keraton Yogyakarta banyak yang dirampas oleh Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles sewaktu penyerbuan militer ke Keraton Yogyakarta tepatnya pada 19-20 Juni 1812 yang dikenal dengan istilah “geger sepoy” atau “geger sepehi”, karena dalam penyerbuan itu pasukan Raffles dibantu oleh serdadu Sepoy dari Madras, India. Tak terhitung jumlah prajurit Keraton Yogyakarta yang gugur dalam peristiwa tersebut, dan harta kekayaan dan pusaka keraton dijarah termasuk ribuan  naskah kuno milik keraton, yang kemudian dibawa ke Inggris dan masih di sana hingga kini. Menurut data Keraton Yogyakarta ada sekitar 7000an naskah kuno atau manuskrip yang dirampas dan dibawa ke Inggris dan Belanda, sedangkan yang tersisa di Keraton Yogyakarta hanya sekitar 300an naskah kuno yang sekarang tersimpan di Perpustakaan Keraton Yogyakarta dan  Museum Sonobudoyo.
        Oleh karena itu, kita sebagai bangsa harus menyadari betapa berharganya nilai naskah kuno tersebut bagi kita, sebagai bukti eksistensi kita sebagai masyarakat yang bermartabat dan berbudaya adiluhung. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk setidaknya menyelamatkan manuskrip yang masih ada dan  tersebar di berbagai daerah di tanah air. Dalam hal ini perpustakaan bisa mengambil peran yang sangat strategis sebagai pelopor, penggerak sekaligus pelaku utama dalam usaha penyelamatan naskah kuno dari “kepunahan”. Usaha penyelamatan naskah kuno ini sebenarnya sudah dimulai dan dilakukan oleh Perpusnas dan Badan Arsip Nasional, tetapi hingga kini masih banyak manuskrip yang belum tergarap karena berbagai keterbatasan dan kendala.
Permasalahan yang ada di lapangan dalam usaha penyelamatan naskah kuno di antaranya: kurangnya tenaga ahli di bidang preservasi dan konservasi naskah kuno karena naskah kuno memerlukan penanganan yang sangat khusus bahkan menurut Bapak Pitoyo (seorang pustakawan BPAD Yogyakarta yang diperbantukan di Perpustakaan Keraton Yogyakarta), merawat manuskrip itu ibarat merawat bayi karena dia begitu rapuh sehingga harus ditangani dengan sangat hati-hati. Di Indonesia ilmu preservasi dan konservasi naskah kuno belum berkembang dengan baik, hal ini berbeda dengan di negara maju misalnya di Jerman yang ilmu tersebut sudah berkembang sangat maju sampai pada taraf magister (S2), sementara di Indonesia baru sebatas mata kuliah 2 sks, sehingga Indonesia sangat kekurangan tenaga ahli di bidang preservasi-konservasi naskah kuno.
         Permasalahan lain yang menghambat penyelamatan naskah kuno di Indonesia adalah minimnya anggaran pemerintah yang dialokasikan dalam bidang ini. Menurut Ibu Sri Sumekar, Kepala  Preservasi Naskah Perpusnas, Perpusnas menghadapi banyak kendala dan keterbatasan dalam upaya penyelamatan naskah kuno di seluruh Indonesia, sehingga peranserta pemda maupun perpusda di seluruh daerah di tanah air sangat dibutuhkan. Mengingat, diperkirakan masih ada satu juta naskah kuno di tanah air yang belum terjamah. Sedangkan yang berada di Perpusnas saat ini baru sekitar 9000an naskah kuno yang sebagian sudah dialihmediakan. Seyogyanya setiap pemda melalui perpusda memiliki anggaran khusus yang dialokasikan dalam upaya penyelamatan naskah kuno di daerah masing-masing. Apabila hal ini bisa dilakukan maka usaha penyelamatan naskah kuno ini akan bisa berjalan dengan lebih baik. Usaha alih media naskah kuno yang berada di masyarakat sudah dilakukan oleh beberapa Perpusda, misalnya BPAD Yogyakarta. Masyarakat yang memiliki naskah kuno bisa menyerahkan naskahnya untuk dialihmediakan dalam bentuk digital kemudian setelah proses alihmedia selesai naskah akan dikembalikan kepada pemilik dan kepada pemilik diberikan versi digital dari naskahnya dalam bentuk VCD. Dalam hal ini penulis pernah ikut membantu dan belajar alih media naskah kuno di BPAD Yogyakarta.
           Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya penyelamatan naskah kuno ini juga perlu digugah, baik masyarakat secara umum dan terutama masyarakat yang memiliki naskah kuno. Masyarakat harus diedukasi untuk melaporkan kepemilikan naskahnya untuk didata, merawat dan menjaga naskah kuno yang dimiliki agar tetap dalam kondisi baik. Kalau perlu masyarakat pemilik naskah kuno diberi pengertian agar dengan kesadaran menyerahkan naskah kuno yang dimiliki kepada pemerintah sebagai aset nasional. Setidaknya mengijinkan naskah miliknya untuk dialihmediakan agar tetap lestari dan bermanfaat bagi khalayak. Lebih jauh, harus dicegah agar jangan sampai masyarakat tergiur untuk menjual manuskrip yang dimiliki ke pihak atau negara lain. Dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang otoritas bisa mengambil langkah lebih maju dengan membeli naskah kuno yang ada di tangan pribadi atau masyarakat dengan harga yang layak sehingga naskah bisa terselamatkan.

        Perpustakaan jenis lain, misalnya perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dll, bisa berperan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Yang jelas usaha pelestarian naskah kuno ini tidak bisa hanya dibebankan kepada satu pihak saja, melainkan berbagai pihak terkait harus bersinergi demi menyelamatkan warisan budaya nenek moyang ini. Apabila bukan kita, lantas  siapa yang akan menghargai karya nenek moyang kita sendiri? []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar