PERAN PERPUSTAKAAN
DALAM PELESTARIAN NASKAH KUNO DI
INDONESIA
Di Nusantara ini banyak sekali terdapat
naskah kuno sebagai peninggalan peradaban nenek moyang kita yang sangat unik dan tak ternilai harganya. Naskah kuno-naskah
kuno tersebut merupakan warisan khazanah budaya masa lampau yang sangat berharga
nilainya, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Naskah kuno tersebut merupakan salah satu pintu bagi kita untuk menguak dan memahami
siapa diri kita sejatinya, karena setiap naskah kuno pasti membawa pesan yang
penting dari masa itu yang perlu kita ketahui. Di dalam naskah kuno banyak
tersimpan kearifan lokal yang masif tetap relevan bahkan di jaman modern
sekarang ini. Bahkan tidak jarang naskah kuno memuat informasi dan pengetahuan
di berbagai bidang yang menakjubkan dan bisa dikembangkan di dunia modern mulai
dari ilmu seni budaya, adat istiadat, sastra, sejarah, ilmu pengobatan,
kosmetika, ilmu keagamaan, ilmu bangunan, teknik arsitektur dsb. Hal ini
menunjukkan bahwa nenek moyang kita dahulu telah mencapai suatu tingkat
peradaban yang sangat tinggi.
Mengingat hal-hal tersebut di
atas sudah sewajarnya jika naskah kuno peninggalan nenek moyak yang tak
ternilai harganya itu kita kelola dengan sebaik-baiknya. Namun, sayangnya yang
terjadi di negeri kita tercinta ini tidak atau belumlah seperti sebagaimana
mestinya. Banyak sekali naskah kuno di berbagai daerah di Indonesia yang tidak
terawat dan rusak sebelum sempat diambil manfaatnya. Bahkan naskah kuno Melayu
yang berada di daerah Sumatra seperti Riau dll menjadi sasaran orang-orang dari
Malaysia dan mereka berani membeli dengan haraga yang cukup fantastik untuk
ukuran orang awam, untuk satu naskah kuno bisa dihargai lebih dari Rp.50 juta,
suatu nilai yang cukup menggiurkan. Banyak naskah kuno Melayu, terutama yang
berada di tangan penduduk banyak yang dijual dan berpindah kepemilikan menjadi
milik Malaysia, di mana memang Malaysia sedang berambisi menjadi pusat budaya
Melayu. Ada hal yang cukup ironi di negeri ini, karena justru orang dari luar
yang memiliki kepedulian terhadap upaya penlestarian naskah kuno di Indonesia.
Sebagai contoh, digitalisasi sebagian naskah kuno di Keraton Yogyakarta, Aceh,
Cirebon dan Solo dilakukan oleh Universitas Leipzieg Jerman.
Naskah Jawa kuno terutama yang berasal dari
Keraton Yogyakarta mengalami nasib yang tragis karena sebagian besar tidak kita
miliki lagi karena banyak yang berada di Inggris dan Belanda. Naskah-naskah
Keraton Yogyakarta banyak yang dirampas oleh Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles
sewaktu penyerbuan militer ke Keraton Yogyakarta tepatnya pada 19-20 Juni 1812
yang dikenal dengan istilah “geger sepoy”
atau “geger sepehi”, karena dalam
penyerbuan itu pasukan Raffles dibantu oleh serdadu Sepoy dari Madras, India. Tak
terhitung jumlah prajurit Keraton Yogyakarta yang gugur dalam peristiwa
tersebut, dan harta kekayaan dan pusaka keraton dijarah termasuk ribuan naskah kuno milik keraton, yang kemudian dibawa
ke Inggris dan masih di sana hingga kini. Menurut data Keraton Yogyakarta ada
sekitar 7000an naskah kuno atau manuskrip yang dirampas dan dibawa ke Inggris
dan Belanda, sedangkan yang tersisa di Keraton Yogyakarta hanya sekitar 300an
naskah kuno yang sekarang tersimpan di Perpustakaan Keraton Yogyakarta dan Museum Sonobudoyo.
Oleh karena itu, kita sebagai
bangsa harus menyadari betapa berharganya nilai naskah kuno tersebut bagi kita,
sebagai bukti eksistensi kita sebagai masyarakat yang bermartabat dan berbudaya
adiluhung. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk setidaknya menyelamatkan
manuskrip yang masih ada dan tersebar di
berbagai daerah di tanah air. Dalam hal ini perpustakaan bisa mengambil peran
yang sangat strategis sebagai pelopor, penggerak sekaligus pelaku utama dalam
usaha penyelamatan naskah kuno dari “kepunahan”. Usaha penyelamatan naskah kuno
ini sebenarnya sudah dimulai dan dilakukan oleh Perpusnas dan Badan Arsip
Nasional, tetapi hingga kini masih banyak manuskrip yang belum tergarap karena
berbagai keterbatasan dan kendala.
Permasalahan yang ada di lapangan
dalam usaha penyelamatan naskah kuno di antaranya: kurangnya tenaga ahli di
bidang preservasi dan konservasi naskah kuno karena naskah kuno memerlukan
penanganan yang sangat khusus bahkan menurut Bapak Pitoyo (seorang pustakawan
BPAD Yogyakarta yang diperbantukan di Perpustakaan Keraton Yogyakarta), merawat
manuskrip itu ibarat merawat bayi karena dia begitu rapuh sehingga harus
ditangani dengan sangat hati-hati. Di Indonesia ilmu preservasi dan konservasi
naskah kuno belum berkembang dengan baik, hal ini berbeda dengan di negara maju
misalnya di Jerman yang ilmu tersebut sudah berkembang sangat maju sampai pada
taraf magister (S2), sementara di Indonesia baru sebatas mata kuliah 2 sks,
sehingga Indonesia sangat kekurangan tenaga ahli di bidang
preservasi-konservasi naskah kuno.
Permasalahan lain yang menghambat
penyelamatan naskah kuno di Indonesia adalah minimnya anggaran pemerintah yang
dialokasikan dalam bidang ini. Menurut Ibu Sri Sumekar, Kepala Preservasi Naskah Perpusnas, Perpusnas menghadapi
banyak kendala dan keterbatasan dalam upaya penyelamatan naskah kuno di seluruh
Indonesia, sehingga peranserta pemda maupun perpusda di seluruh daerah di tanah
air sangat dibutuhkan. Mengingat, diperkirakan masih ada satu juta naskah kuno
di tanah air yang belum terjamah. Sedangkan yang berada di Perpusnas saat ini baru
sekitar 9000an naskah kuno yang sebagian sudah dialihmediakan. Seyogyanya
setiap pemda melalui perpusda memiliki anggaran khusus yang dialokasikan dalam
upaya penyelamatan naskah kuno di daerah masing-masing. Apabila hal ini bisa
dilakukan maka usaha penyelamatan naskah kuno ini akan bisa berjalan dengan
lebih baik. Usaha alih media naskah kuno yang berada di masyarakat sudah
dilakukan oleh beberapa Perpusda, misalnya BPAD Yogyakarta. Masyarakat yang
memiliki naskah kuno bisa menyerahkan naskahnya untuk dialihmediakan dalam
bentuk digital kemudian setelah proses alihmedia selesai naskah akan
dikembalikan kepada pemilik dan kepada pemilik diberikan versi digital dari
naskahnya dalam bentuk VCD. Dalam hal ini penulis pernah ikut membantu dan
belajar alih media naskah kuno di BPAD Yogyakarta.
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
penyelamatan naskah kuno ini juga perlu digugah, baik masyarakat secara umum
dan terutama masyarakat yang memiliki naskah kuno. Masyarakat harus diedukasi
untuk melaporkan kepemilikan naskahnya untuk didata, merawat dan menjaga naskah
kuno yang dimiliki agar tetap dalam kondisi baik. Kalau perlu masyarakat pemilik
naskah kuno diberi pengertian agar dengan kesadaran menyerahkan naskah kuno
yang dimiliki kepada pemerintah sebagai aset nasional. Setidaknya mengijinkan
naskah miliknya untuk dialihmediakan agar tetap lestari dan bermanfaat bagi
khalayak. Lebih jauh, harus dicegah agar jangan sampai masyarakat tergiur untuk
menjual manuskrip yang dimiliki ke pihak atau negara lain. Dalam hal ini
pemerintah sebagai pemegang otoritas bisa mengambil langkah lebih maju dengan
membeli naskah kuno yang ada di tangan pribadi atau masyarakat dengan harga
yang layak sehingga naskah bisa terselamatkan.
Perpustakaan jenis lain, misalnya
perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dll,
bisa berperan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Yang jelas usaha
pelestarian naskah kuno ini tidak bisa hanya dibebankan kepada satu pihak saja,
melainkan berbagai pihak terkait harus bersinergi demi menyelamatkan warisan
budaya nenek moyang ini. Apabila bukan kita, lantas siapa yang akan menghargai karya nenek moyang
kita sendiri? []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar