Total Tayangan Halaman

Selasa, 17 April 2018

Ayoo Dukung Pesawat R80: Wujud Kedaulatan Dirgantara Indonesia

PESAWAT KARYA ANAK BANGSA R80
 Wujud Kedaulatan Dirgantara Indonesia

Indonesia adalah bangsa yang besar, maka sudah selayaknya memiliki impian yang juga besar. Salah satu impian yang layak untuk kita apresiasi adalah pengembangan pesawat karya anak bangsa yaitu pesawat dengan nama R80. Pesawat ini dirancang oleh BJ Habibie diharapkan bisa menjadi sarana pemersatu dan penghubung antar pulau nusantara, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Tak ayal lagi, sarana transportasi udara menjadi sangat vital di masa depan. Untuk itu, sebagai bagian dari negara tercinta ini mari kita dukung proyek strategis nasional ini dengan ikut berpartisipasi dalam penggalangan dana untuk pesawat R80 ini. 

Partisipasi kita dalam proyek ini sebagai wujud dukungan dan kecintaan kita terhadap negara tercinta ini agar menjadi negara besar yang mandiri, dalam hal ini dalam industri dirgantara. Jika bukan kita, rakyat Indonesia, siapa lagi yang akan mendukung impian ini. Kita tidak harus menunggu menjadi orang kaya untuk bisa menjadi bagian dari terwujudnya impian ini, karena nominal paling kecil cukup dengan Rp.20.000,- saja. Yang diperlukan oleh bangsa ini bukanlah orang kaya, tetapi keikhlasan rakyat Indonesia dalam ikut bergotongroyong mewujudkan impian bangsa. "Gotong Royong" sebuah Cultural local wisdom yang sangat khas nusantara. Dengan bergotongroyong beban seberat dan sebesar apapun akan mampu kita pikul dengan ringan. Penulis sendiri telah berpartisipasi dengan memilih donasi sebesar Rp.700.000,- dan penulis mendapat reward berupa jaket dengan logo pesawat R80 yang keren.
Terbangkan pesawat karya anak negeri di langit nusantara. R80

Kamis, 17 November 2016

Peran Perpustakaan Dalam Pelestarian Naskah Kuno di Indonesia

PERAN PERPUSTAKAAN
DALAM PELESTARIAN NASKAH KUNO DI INDONESIA

             Di Nusantara ini banyak sekali terdapat naskah kuno sebagai peninggalan peradaban nenek moyang kita yang sangat unik dan tak ternilai harganya. Naskah kuno-naskah kuno tersebut merupakan warisan khazanah budaya masa lampau yang sangat berharga nilainya, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Naskah kuno tersebut merupakan salah satu pintu bagi kita untuk menguak dan memahami siapa diri kita sejatinya, karena setiap naskah kuno pasti membawa pesan yang penting dari masa itu yang perlu kita ketahui. Di dalam naskah kuno banyak tersimpan kearifan lokal yang masif tetap relevan bahkan di jaman modern sekarang ini. Bahkan tidak jarang naskah kuno memuat informasi dan pengetahuan di berbagai bidang yang menakjubkan dan bisa dikembangkan di dunia modern mulai dari ilmu seni budaya, adat istiadat, sastra, sejarah, ilmu pengobatan, kosmetika, ilmu keagamaan, ilmu bangunan, teknik arsitektur dsb. Hal ini menunjukkan bahwa nenek moyang kita dahulu telah mencapai suatu tingkat peradaban yang sangat tinggi.
         Mengingat hal-hal tersebut di atas sudah sewajarnya jika naskah kuno peninggalan nenek moyak yang tak ternilai harganya itu kita kelola dengan sebaik-baiknya. Namun, sayangnya yang terjadi di negeri kita tercinta ini tidak atau belumlah seperti sebagaimana mestinya. Banyak sekali naskah kuno di berbagai daerah di Indonesia yang tidak terawat dan rusak sebelum sempat diambil manfaatnya. Bahkan naskah kuno Melayu yang berada di daerah Sumatra seperti Riau dll menjadi sasaran orang-orang dari Malaysia dan mereka berani membeli dengan haraga yang cukup fantastik untuk ukuran orang awam, untuk satu naskah kuno bisa dihargai lebih dari Rp.50 juta, suatu nilai yang cukup menggiurkan. Banyak naskah kuno Melayu, terutama yang berada di tangan penduduk banyak yang dijual dan berpindah kepemilikan menjadi milik Malaysia, di mana memang Malaysia sedang berambisi menjadi pusat budaya Melayu. Ada hal yang cukup ironi di negeri ini, karena justru orang dari luar yang memiliki kepedulian terhadap upaya penlestarian naskah kuno di Indonesia. Sebagai contoh, digitalisasi sebagian naskah kuno di Keraton Yogyakarta, Aceh, Cirebon dan Solo dilakukan oleh Universitas Leipzieg Jerman.
          Naskah Jawa kuno terutama yang berasal dari Keraton Yogyakarta mengalami nasib yang tragis karena sebagian besar tidak kita miliki lagi karena banyak yang berada di Inggris dan Belanda. Naskah-naskah Keraton Yogyakarta banyak yang dirampas oleh Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles sewaktu penyerbuan militer ke Keraton Yogyakarta tepatnya pada 19-20 Juni 1812 yang dikenal dengan istilah “geger sepoy” atau “geger sepehi”, karena dalam penyerbuan itu pasukan Raffles dibantu oleh serdadu Sepoy dari Madras, India. Tak terhitung jumlah prajurit Keraton Yogyakarta yang gugur dalam peristiwa tersebut, dan harta kekayaan dan pusaka keraton dijarah termasuk ribuan  naskah kuno milik keraton, yang kemudian dibawa ke Inggris dan masih di sana hingga kini. Menurut data Keraton Yogyakarta ada sekitar 7000an naskah kuno atau manuskrip yang dirampas dan dibawa ke Inggris dan Belanda, sedangkan yang tersisa di Keraton Yogyakarta hanya sekitar 300an naskah kuno yang sekarang tersimpan di Perpustakaan Keraton Yogyakarta dan  Museum Sonobudoyo.
        Oleh karena itu, kita sebagai bangsa harus menyadari betapa berharganya nilai naskah kuno tersebut bagi kita, sebagai bukti eksistensi kita sebagai masyarakat yang bermartabat dan berbudaya adiluhung. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk setidaknya menyelamatkan manuskrip yang masih ada dan  tersebar di berbagai daerah di tanah air. Dalam hal ini perpustakaan bisa mengambil peran yang sangat strategis sebagai pelopor, penggerak sekaligus pelaku utama dalam usaha penyelamatan naskah kuno dari “kepunahan”. Usaha penyelamatan naskah kuno ini sebenarnya sudah dimulai dan dilakukan oleh Perpusnas dan Badan Arsip Nasional, tetapi hingga kini masih banyak manuskrip yang belum tergarap karena berbagai keterbatasan dan kendala.
Permasalahan yang ada di lapangan dalam usaha penyelamatan naskah kuno di antaranya: kurangnya tenaga ahli di bidang preservasi dan konservasi naskah kuno karena naskah kuno memerlukan penanganan yang sangat khusus bahkan menurut Bapak Pitoyo (seorang pustakawan BPAD Yogyakarta yang diperbantukan di Perpustakaan Keraton Yogyakarta), merawat manuskrip itu ibarat merawat bayi karena dia begitu rapuh sehingga harus ditangani dengan sangat hati-hati. Di Indonesia ilmu preservasi dan konservasi naskah kuno belum berkembang dengan baik, hal ini berbeda dengan di negara maju misalnya di Jerman yang ilmu tersebut sudah berkembang sangat maju sampai pada taraf magister (S2), sementara di Indonesia baru sebatas mata kuliah 2 sks, sehingga Indonesia sangat kekurangan tenaga ahli di bidang preservasi-konservasi naskah kuno.
         Permasalahan lain yang menghambat penyelamatan naskah kuno di Indonesia adalah minimnya anggaran pemerintah yang dialokasikan dalam bidang ini. Menurut Ibu Sri Sumekar, Kepala  Preservasi Naskah Perpusnas, Perpusnas menghadapi banyak kendala dan keterbatasan dalam upaya penyelamatan naskah kuno di seluruh Indonesia, sehingga peranserta pemda maupun perpusda di seluruh daerah di tanah air sangat dibutuhkan. Mengingat, diperkirakan masih ada satu juta naskah kuno di tanah air yang belum terjamah. Sedangkan yang berada di Perpusnas saat ini baru sekitar 9000an naskah kuno yang sebagian sudah dialihmediakan. Seyogyanya setiap pemda melalui perpusda memiliki anggaran khusus yang dialokasikan dalam upaya penyelamatan naskah kuno di daerah masing-masing. Apabila hal ini bisa dilakukan maka usaha penyelamatan naskah kuno ini akan bisa berjalan dengan lebih baik. Usaha alih media naskah kuno yang berada di masyarakat sudah dilakukan oleh beberapa Perpusda, misalnya BPAD Yogyakarta. Masyarakat yang memiliki naskah kuno bisa menyerahkan naskahnya untuk dialihmediakan dalam bentuk digital kemudian setelah proses alihmedia selesai naskah akan dikembalikan kepada pemilik dan kepada pemilik diberikan versi digital dari naskahnya dalam bentuk VCD. Dalam hal ini penulis pernah ikut membantu dan belajar alih media naskah kuno di BPAD Yogyakarta.
           Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya penyelamatan naskah kuno ini juga perlu digugah, baik masyarakat secara umum dan terutama masyarakat yang memiliki naskah kuno. Masyarakat harus diedukasi untuk melaporkan kepemilikan naskahnya untuk didata, merawat dan menjaga naskah kuno yang dimiliki agar tetap dalam kondisi baik. Kalau perlu masyarakat pemilik naskah kuno diberi pengertian agar dengan kesadaran menyerahkan naskah kuno yang dimiliki kepada pemerintah sebagai aset nasional. Setidaknya mengijinkan naskah miliknya untuk dialihmediakan agar tetap lestari dan bermanfaat bagi khalayak. Lebih jauh, harus dicegah agar jangan sampai masyarakat tergiur untuk menjual manuskrip yang dimiliki ke pihak atau negara lain. Dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang otoritas bisa mengambil langkah lebih maju dengan membeli naskah kuno yang ada di tangan pribadi atau masyarakat dengan harga yang layak sehingga naskah bisa terselamatkan.

        Perpustakaan jenis lain, misalnya perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dll, bisa berperan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Yang jelas usaha pelestarian naskah kuno ini tidak bisa hanya dibebankan kepada satu pihak saja, melainkan berbagai pihak terkait harus bersinergi demi menyelamatkan warisan budaya nenek moyang ini. Apabila bukan kita, lantas  siapa yang akan menghargai karya nenek moyang kita sendiri? []

Senin, 06 Juni 2016

Buah Tin..Buah yang Istimewa



BUAH TIN..BUAH YANG ISTIMEWA

            Buah Tin adalah salah satu buah yang disebut di dalam kitab suci Al-Qur’an. Apabila Allah sampai menyebut buah ini di dalam firman-Nya, pasti ada alasannya, pasti Tin adalah buah yang memiliki keistimewaan. Sayangnya, di Indonesia tanaman ini masih cukup langka. Tanaman buah Tin baru masuk ke Indonesia sekitar lima tahun terakhir. Menurut Catur, seorang penangkar bibit buah Tin di daerah Sukoharjo, hal ini dikarenakan peraturan pemerintah yang  cukup ketat mengenai impor bibit tanaman. Sebab lain, adanya anggapan bahwa Tin adalah tanaman yang biasa tumbuh di daerah timur tengah yang iklimnya berbeda dengan di Indonesia. Daerah timur tengah beriklim sedangkan Indonesia beriklim tropis. Tetapi pada kenyataannya ada beberapa jenis Tin yang cocok dan mampu beradaptasi dengan iklim dan musim di Indonesia. Bahkan, apabila di tanah asalnya buah Tin hanya berbuah pada saat musim panas saja atau sekali dalam setahun, di Indonesia justru buah Tin bisa berbuah sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Oleh karena itu, buah Tin sangat layak untuk dibudidayakan dalam skala komersial. Apakah anda tertarik untuk mencoba?
            Penanaman dan pemeliharaan tanaman buah Tin tergolong cukup mudah, tidak terlalu rumit. Anda hanya perlu memahami karakteristik tanaman ini, syarat-syarat tumbuhnya, media yang sesuai, pencahayaan, pemupukan dll. Tidak ada persyaratan yang terlalu rumit agar tanaman buah Tin bisa tumbuh dengan baik. Secara umum tanaman buah Tin memerlukan media tanam yang bersifat porous artinya air mudah meresap, tidak menggenang. tanaman buah Tin tidak menyukai tanah yang tergenang air, karena hal itu bisa menyebabkan akar menjadi busuk sehingga tanaman layu dan akhirnya mati. Syarat lain yang harus terpenuhi adalah sinar matahari yang cukup. Tanaman buah Tin membutuhkan sinar matahari langsung antara 5-8 jam per hari. Semakin lama terpapar sinar matahari akan semakin baik bagi pertumbuhan tanaman buah Tin. Jika anda ingin menanam tanaman buah Tin, pilihlah lokasi yang terbuka agar tanaman buah Tin kesayangan anda mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga proses fotosintesa berlangsung dengan baik dan proses pembuahan bisa optimal.
Image result for pohon tinDi Indonesia buah Tin masih cukup jarang di pasaran. Hal ini disebabkan karena memang tanaman ini belum lama masuk ke Indonesia, sehingga populasi tanaman ini masih belum banyak. Sesuai dengan teori demand and supply, karena buah tin di pasaran saat ini masih sedikit, maka harga pasaran buah Tin menjadi cukup mahal untuk ukuran orang kebanyakan. Untuk saat ini harga satu kilo buah tin masih di atas Rp.200.000,-. Untuk itu sebaiknya kita menanam sendiri sehingga bisa memenuhi kebutuhan minimal untuk keluarga. Menanam buah tidak harus di lahan yang luas, kalo tidak punya tempat yang luas cukup di tanam di dalam pot kemudian ditempatkan di dekitar rumah yang terkena sinar matahari yang cukup. Dengan cara seperti itu selain sebagai tanaman buah juga bisa berfungsi sebagai tanaman hias. Paling tidak satu keluarga memiliki satu batang pohon tin. Bagi pemula bisa memilih jenis Tin Green Yordan, karena jenis ini yang paling adaptif dengan iklim di Indonesia, selain itu juga Green Yordan rajin berbuah dan harga bibit cukup terjangkau. Selamat mencoba..[]           

 

           


Minggu, 29 Mei 2016

Akreditasi Perpustakaan Perguruan Tinggi



           


AKREDITASI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI:
serasa memakai baju kedodoran
             
               Semua lembaga pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi dituntut untuk selalu meningkatkan standar kualitasnya demi mencapai output yang berkualitas tinggi. Pengukuran kualitas suatu lembaga pendidikan dilakukan secara berkala dengan suatu program yang disebut akreditasi sesuai dengan jenjang pendidikan lembaga yang bersangkutan. Pada tingkat pendidikan tinggi akreditasi dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Akreditasi di lingkungan pendidikan tinggi dilakukan dalam dua aspek yaitu institusi dan program studi. Di sisi lain, khusus untuk bagian perpustakaan terdapat akreditasi tersendiri yang diselenggarakan oleh Perpusnas.
            Tujuan Perpusnas untuk menyelenggarakan akreditasi perpustakaan adalah dalam rangka pembinaan agar perpustakaan di Indonesia dapat berkembang menjadi perpustakaan yang berkualitas. Perpustakaan berani menjamin apabila suatu perpustakaan telah mencapai nilai akreditasi A, maka perpustakaan tersebut pasti sudah mampu memberikan kualitas layanan yang bermutu tinggi.
            Namun, dalam pelaksanaan akreditasi perpustakaan perguruan tinggi nampaknya ada infrastruktur yang belum sepenuhnya siap. Infrastruktur pokok yaitu borang akreditasi belum bisa menjadi tolok ukur yang benar-benar akurat. Borang akreditasi perpustakaan perguruan tinggi, apabila kita cermati pada setiap komponennya akan sangat jelas terlihat bahwa borang tersebut didesain untuk mengukur kualitas perpustakaan perguruan tinggi dalam skala universitas. Padahal fakta di lapangan, perguruan tinggi di Indonesia sangat beragam dan bervariasi, mulai dari yang paling kecil berupa akademi (yang hanya memuliki satu prodi), sekolah tinggi (beberapa prodi), sampai yang berbentuk universitas (beberapa fakultas). Dari semua bentuk perguruan tinggi tersebut hanya ada satu borang akreditasi perpustakaan sebagai instrumen/alat ukur, sayangnya skala yang dipakai adalah skala yang paling tinggi yaitu skala universitas. Hal ini dapat dipastikan, untuk lembaga pendidikan setingkat akademi akan berat sekali untuk memenuhi standar yang sudah ditetapkan di dalam borang tersebut, karena akademi hanya memiliki satu prodi saja, sedangkan universitas bisa memiliki puluhan prodi. Ibarat orang yang memiliki ukuran tubuh yang bermacam-macam dipaksakan untuk memakai baju dengan satu ukuran XL, sudah barang tentu bagi orang yang memiliki tubuh kecil akan kedodoran.
            Apabila borang satu-satunya tersebut dipaksakan untuk mengasesi beragam perpustakaan perguruan tinggi, maka akan terjadi ketidakadilan, karena ukuran minimal dari lembaga yang memiliki satu prodi (akademi) pasti berbeda dengan ukuran minimal dari lembaga yang memiliki puluhan prodi (universitas). Semestinya ada pembedaan ukuran yang dituangkan dalam bentuk borang kreditasi dengan melihat fakta di lapangan. Untuk itu kami berharap agar pihak yang berkompeten dalam hal ini Perpusnas agar merancang borang kreditasi yang disesuaikan dengan bentuk perpustakaan, agar borang bisa benar-benar bisa menjadi alat ukur yang akurat. []