PRESERVASI DAN KONSERVASI NASKAH KUNO DI PERPUSTAKAAN KRATON
YOGYAKARTA
PENDAHULUAN
Di dalam Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu istana kesultanan di Yogyakarta terdapat empat perpustakaan yaitu:
1. Perpustakaan Dalem Prabayeksa / Kraton Kilen
2. Perpustakaan Kawedanan Ageng Punakawan Widya Budaya
3. Perpustakaan Kawedanan Ageng Punakawan Banjar Wilapa
4. Perpustakaan Kawedanan Ageng Punakawan Krida Mardawa
Salah satu perpustakaan yaitu Perpustakaan Kawedanan Ageng Punakawan Widya Budaya, atau lebih dikenal dengan Perpustakaan Widya Budaya, menyimpan koleksi naskah-naskah kuno tulisan tangan (manuskrip) berbahasa Jawa. Manuskrip tersebut sudah cukup tua dan kebanyakan berasal dari masa sesudah HB III. Naskah-naskah manuskrip tersebut sangat berharga karena sebagai warisan sejarah dan warisan budaya (cultural heritage), yang memuat sejarah kebudayaan masa lalu yang adi luhung, yang harus dilestarikan baik secara fisik maupun kandungan informasinya, agar bisa diwariskan dan dipelajari oleh generasi mendatang. Sayangnya, naskah-naskah tersebut sebagian sudah rusak karena berbagai faktor, sebagian yang lain yang kondisinya masih cukup baik perlu penanganan khusus agar bisa lebih awet dan dapat dimanfaatkan lebih lama.
Dalam keadaan yang demikian, upaya-upaya konservasi dan preservasi mendesak untuk dilakukan karena berpacu dengan waktu seiring dengan proses kerusakan naskah yang terus berjalan. Naskah-naskah kuno memerlukan penanganan khusus karena secara fisik kertasnya sudah rusak. Penanganan naskah kuno memerlukan keahlian khusus, kesabaran, ketekunan, ketlatenan, ketelitian, dan bahkan kasih sayang, sebagaimana merawat bayi atau orangtua. Dalam melaksanakan preservasi, keberadaan laboratorium restorasi mutlak diperlukan untuk memperbaiki naskah-naskah yang sudah rusak. Untuk itu dalam survei kami di Perpustakaan Widya Budaya, kami ingin mengetahui lebih lanjut mengenai bagaimana upaya konservasi dan preservasi terhadap naskah-naskah kuno tersebut. Adapun informasi yang kami gali meliputi hal-hal sebagai berikut: manajemen lembaganya, pengertian konservasi dan preservasi di lokasi obyek kajian, jenis koleksi yang ada, upaya-upaya konservasi dan preservasi di lokasi obyek kajian, sumberdaya manusia atau staff, kerjasama yang dilakukan dengan lembaga lain, laboratorium preservasi, dan anggaran yang dialokasikan untuk usaha-usaha preservasi dan konservasi.
PEMBAHASAN
A. MANAJEMEN
1. Struktur organisasi
2. Sejarah berdirinya Perpustakaan Widya Budaya
Perpustakaan Widya Budaya didirikan pada masa pemerintahan HB VIII. Perpustakaan ini menempati sebuah gedung yang dahulunya dipakai sebagai tempat menginap tamu kerajaan. Misalnya, tamu dari Kasunanan atau Mangkunegaran Surakarta.
3. Peraturan bagi pengunjung Perpustakaan Widya Budaya Kraton Yogyakarta Hadiningrat
a. Setiap pengunjung harus memperlakukan naskah/manuskrip dengan baik dan hati-hati agar naskah terjaga keaslian dan keutuhannya.
b. Setiap pengunjung harus membersihkan dan mengeringkan tangan sebelum memegang naskah/manuskrip, terutama ketika tangan kotor atau berkeringat.
c. Pengunjung tidak boleh mengambil naskah/manuskrip sendiri, melainkan diambilkan oleh petugas perpustakaan.
d. Setiap pengunjung hanya boleh membaca (1) naskah dalam satu waktu ; membaca naskah lain diperbolehkan jika naskah sebelumnya sudah dikembalikan.
e. Supaya kondisi naskah dan penjilidannya tetap terjaga dengan baik, ketika membuka dan membaca naskah sebaiknya diberi alas bantal.
f. Gunakan bookmark (pembatas buku) dari kertas dan bukan dari besi atau kulit karena cenderung akan mengotori naskah dan dapat merusak naskah.
g. Jangan menggunakan ballpoint (pulpen) dekat dengan naskah supaya naskah aman dari coretan tinta (secara tidak sengaja).
h. Jangan menempelkan atau meletakkan alat tulis atau barang-barang yang dapat mengotori atau membuat kerusakan pada naskah, seperti : menempel naskah dengan kertas stiker, meletakkan makanan atau minuman di dekat naskah, membatasi naskah dengan pensil, dll
i. Mengembalikan buku/naskah yang selesai dibaca pada tempatnya atau dikembalikan ke petugas.
j. Dilarang makan, minum dan merokok di dalam perpustakaan.
4. Visi dan Misi Perpustakaan Widya Budaya
Antara visi dengan misi di Perpustakaan Widya Budaya tidak dibedakan. Visi-Misinya yaitu untuk melestarikan naskah-naskah kraton agar dapat disebarluaskan informasinya sehingga kebesaran sejarah dan kebudayaan bangsa bisa diketahui masyarakat umum.
B. PENGERTIAN PRESERVASI DAN KONSERVASI
Di Perpustakaan Widya Budaya antara preservasi dan konservasi tidak dibedakan secara jelas tetapi merupakan satu kesatuan dan diartikan sebagai kegiatan-kegiatan membersihkan, memelihara, merawat dan melestarikan naskah-naskah kraton.
Sedangkan dalam teori menurut Adishakti (2007) dalam Burra Charter konsep Konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang dirumuskan pada Piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengolahan suatu tempat atau ruang ataupun obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik. Maka dalam lingkup perpustakaan dapat dikatakan bahwa konservasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu perpustakaan untuk melestarikan semua bahan koleksi yang ada agar tetap dalam keadaan yang baik, bisa digunakan serta dalam pelestariannya mengacu pada kebijakan perpustakaan tersebut.
Preservasi adalah kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan agar koleksi perpustakaan dapat terus dipakai selama mungkin. Pada dasarnya Preservasi itu upaya untuk mematikan agar semuabahan koleksi cetak maupun non cetak pada suatu perpustakaan bisa tahan lama dan tidak cepat rusak.
C. JENIS KOLEKSI
Di Perpustakaan Widya Budaya terdapat beberapa jenis koleksi terdiri atas naskah tulisan tangan, buku cetak, dan dokumen-dokumen kearsipan yang berisikan surat-surat kraton, teks sastra sejarah, silsilah, agama, kesenian dan lain-lain. Naskah-naskah Widya Budaya berjumlah sekitar 450 buah. Hampir seluruh koleksi dihasilkan di Kraton Yogyakarta sendiri selama abad ke-19 dan ke-20. Ada pula beberapa naskah yang lebih kuno, YKM/W.330b, seluruh eksemplar kitab suci al- Qur’an yang dihiasi dengan indah, yang merupakan hasil seorang carik di kraton Surakarta pada tahun 1797. Bahwa tidak ada naskah-naskah dari adab ke-18 dan sebelumnya rupa-rupanya disebabkan penaklukan Kraton Yogyakarta pada bulan Juni 1812 oleh pasukan Inggris, dengan bantuan serdadu sepoi dari India serta prajurit Legioen Mangkunegaran. Setelah benteng Kraton jebol, sebagian besar hartanya termasuk naskah-naskah kraton diboyong ke Inggris. Sampai dewasa ini pun banyak buku serta arsip-arsip asli dari masa awal Yogyakarta tetap tersimpan pada koleksi British Library di Inggris dan Belanda (Lindsay:1994, hal. xi-xii).
Di samping itu sebagian besar naskah-naskah manuskrip sudah dialihmediakan dalam bentuk digital dan disimpan dalam hard disc. Jumlah naskah yang sudah digitalisasi sampai saat ini mencapai 273 manuskrip. Sisanya belum bisa digitalisasi karena ukurannya terlalu besar sehingga tidak bisa terbaca oleh alat scanner.
D. PRESERVASI DAN KONSERVASI TERHADAP MANUSKRIP DI PERPUSTAKAAN WIDYA BUDAYA
1. Digitalisasi
Menurut Lasa HS, digitalisasi adalah proses pengelolaan dokumen tercetak atau printed dokumen menjadi dokumen elektronik. Sedangkan digitalisasi menurut Sakamoto adalah sebuah upaya penyelamatan naskah-naskah kuno dengan memanfaatkan teknologi digital seperti softfile, foto digital, microfilm atau microfiche.
Digitalisasi Naskah Kuno di Perpustakaan Widya Budaya
Digitalisasi naskah kuno di Perpustakaaan Widya Budaya dimaksudkan untuk menyelamatkan kandungan informasi yang terdapat di dalam naskah tersebut. Digitalisasi naskah kuno di Perpustakaan Widya Budaya dilakukan atas kerjasama antara Universitas Leipzig Jerman dengan pihak Kraton Yogyakarta. Saat ini sudah dilakukan digitalisasi tehadap 273 naskah kuno, sisanya belum bisa dilakukan digitalisasi karena naskah terlalu besar jadi alat tidak bisa membaca. Saat ini sedang diusahakan untuk mendatangkan scanner khusus dari Jerman yang bisa men-scan naskah-naskah yang berukuran besar.
Hasil dari digitalisasi lalu disimpan di hard disc, satu disimpan di Perpustakaan Widya Budaya sedangkan satunya lagi disimpan Sultan. Demi keamanan data, satu kopi akan disimpan di tempat terpisah untuk mengantisipasi apabila terjadi bencana alam yang tidak terduga di Yogyakarta, maka masih ada back-up data di tempat lain. Data-data kodikologi naskah tersebut juga dapat diakses dari internet melalui alamat: www.manuscripts-java.org
2. Restorasi
Menurut Lasa HS, restorasi di sebut juga reparasi, yakni tindakan khusus yang di lakukan untuk memperbaiki bahan pustaka atau dokumen lain yang rusak atau lapuk. Restorasi di Perpustakaan Widya Budaya di lakukan dua cara yaitu cara basah dan cara kering.
a. Cara basah yaitu untuk memperbaiki naskah-naskah yang rusak berlubang.
Teknik yang dipakai: lifecasting yang dilakukan dengan menggunakan alat khusus. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Melakukan penelitian terlebih dahulu, apakah tinta pada naskah bisa luntur bila terkena air atau tidak. Apabila ternyata tintanya luntur bila terkena air maka teknik ini tidak bisa dilakukan.
2) Membuat adonan bubur kertas ( bubur kertas dicampur dengan air)
3) Naskah ditempatkan pada bak khusus lifecasting (naskah berada di atas saringan berupa lapisan strimin yang halus)
4) Masukkan campuran bubur kertas di bak tempat naskah, maka bubur kertas akan turun dan menutup lubang-lubang pada kertas
5) Naskah dikeringkan dengan alat pengering (tidak boleh dikeringkan dengan sinar matahari)
6) Naskah dipress dengan alat press agar kuat.
b. Cara kering : untuk memperkuat naskah-naskah yang sudah rapuh, dengan cara melapisinya dengan tisu Jepang, sehingga naskah menjadi lebih kuat.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Mencampurkan lem khusus (tylose) dengan air, diusahakan yang tidak mengandung zat besi, agar hasilnya tidak berwarna kuning (takaran : lem 2 ons dan air 400 ml). Pencampuran dilakukan dengan blender agar hasilnya bagus.
2) Potong tisu Jepang sesuai ukuran kertas/naskah yang akan dilapisi.
3) Oleskan lem dengan kuas pada naskah secara merata
4) Tisu Jepang ditempelkan pada naskah yang sudah dilapisi lem tersebut
5) Naskah yang sudah dilapisi tisu Jepang dipress agar kuat
6) Apabila yang dilapisi tisu Jepang itu berupa buku, maka harus lembar demi lembar dan ditunggu dahulu sampai kering betul baru dilanjutkan lembar selanjutnya, agar tidak lengket. Dalam satu hari biasanya hanya bisa menyelesaikan 3-4 lembar naskah.
(Bahan-bahan yang dipakai didatangkan dari Jepang)
3. Fumigasi
Fumigasi adalah pengasapan bahan kertas atau buku dengan uap atau gas beracun untuk membunuh jamur atau serangga yang tumbuh berkembang pada kertas. Fumigasi dapat dilakukan dalam kotak, lemari atau box fumigasi, ruang fumigasi, ruang penyimpanan arsip, ruang koleksi maupun ruang deposit. Fumigan yang digunakan bisa berbentuk padat, cair, atau gas.
Pelaksanaan fumigasi di Perpustakaan Widya Budaya menggunakan fumigan yang berbentuk padat, yaitu menggunakan thymol crystal. Dengan diletakkan di wadah kecil (agar ketika proses fumigasi sudah selesai, mudah untuk membersihkannya). Kemudian di letakkan di pojok-pojok ruangan, 1 ruang 10 butir thymol crystal. Didiamkan selama 3 hari, setelah itu dibuka dan diangin-anginkan selama 2 hari.
4. Freezing
Cara ini digunakan untuk menangani kerusakan naskah yang sudah parah (berlubang-lubang karena serangga). Teknik freezing bertujuan untuk membunuh serangga-serangga perusak beserta telur-telurnya, karena telur/larva serangga biasanya tidak mati ketika difumigasi.
Caranya :
a. Naskah dienkapsulasi terlebih dahulu:
1) Menggunakan alat khusus enkapsulator
2) Naskah dimasukkan ke dalam plastik khusus
3) Udara di dalam plastik tersebut disedot dengan alat enkapsulator
4) Bagian ujung plastik dipres agar tidak ada udara yang masuk (kedap udara)
5) Ruang dalam plastik tersebut harus benar-benar hampa udara, apabila ada udara maka ketika proses freezing akan terjadi pengembunan yang justru akan merusak naskah.
b. Naskah yang sudah dienkapsulasi, dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu di bawah -10C, 2 hari on, 1 minggu off, kemudian baru dibuka (biasannya 1 freezer bisa memuat 50 naskah yang cukup tebal)
5. Mengganti sampul
Apabila ada sampul naskah yang sudah rusak parah maka harus diganti agar naskah tidak rusak, karena sampul berfungsi sebagai pelindung. Penggantian sampul harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak naskah. Bahan yang digunakan untuk sampul bagian luar dan halaman prancis harus menggunakan kertas khusus yang bebas asam. Pemotongan kertas juga harus memperhatikan arah alur otot/syaraf kertas. Bahan-bahan yang dipakai untuk mengganti sampul didatangkan dari Jerman.
6. Memperbaiki jilidan
Apabila jilidan naskah sudah rusak, maka harus diperbaiki. Biasanya proses ini bersamaan dengan proses pelapisan naskah dengan tisu Jepang. Jilidan dibongkar kemudian tiap lembar naskah dilapisi dengan tisu Jepang agar kuat baru kemudian dijilid ulang dengan dijahit. Teknik jilidan yang dipakai yaitu teknik signature binding.
7. Transliterasi
Transliterasi adalah upaya untuk melestarikan kandungan informasi yang ada dalam naskah dengan mengalihaksarakan naskah dari aksara jawa ke dalam aksara latin. Transliterasi dilakukan oleh Departemen Agama terutama terhadap naskah-naskah keagamaan. Naskah yang sudah ditransliterasi sekitar 25 naskah.
8. “diputrani”
Istilah diputrani berasal dari bahasa jawa artinya diturun sehingga naskah memiliki turunan. Upaya ini baru sebatas rencana dan sedang diusulkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwana X. Naskah ditulis ulang persis seperti aslinya, dengan aksara dan bahasa yang sama yaitu Bahasa Jawa. Pertimbangannya adalah apabila naskah yang asli rusak masih ada turunannya. Di samping itu mumpung saat ini masih ada orang/abdi dalem yang bisa menulis aksara Jawa dengan bagus.
E. STAFF DI PERPUSTAKAAN WIDYA BUDAYA
Pegawai yang bekerja di Perpustakaan Widya Budaya disebut dengan abdi dalem. Ada 13 orang, 7 orang juga bekerja sebagai guide di tepas pariwisata kraton jadi tidak setiap hari mereka bisa datang di perpustakaan, karena bertugas di bagian pariwisata. Sedangkan yang 6 orang lainnya bertugas di perpustakaan secara bergiliran.
Latar belakang pendidikan petugas Perpustakaan Widya Budaya bukan dari pendidikan ilmu perpustakaan, tetapi latar belakang mereka bermacam-macam, kebanyakan dari mereka adalah pensiunan guru. Ada satu petugas khusus dari BPAD Yogyakarta yang diperbantukan diPerpustakaan Widya Budaya, yaitu Bpk. Muhammad Ali Pitaya yang bergelar Mas Bekel Widya Pitaya.
Petugas yang melakukan preservasi ada 3 orang (abdi dalem) yang dilatih oleh tim dari Universitas Leipzig Jerman. Petugas di bagian Preservasi dan Konservasi melakukan usaha-usaha preservasi. meliputi :
1. Digitalisasi
2. Restorasi
3. Fumigasi
4. Freezing
5. Memperbaiki sampul
6. Memperbaiki jilidan
F. KERJASAMA DENGAN LEMBAGA LAIN
Perpustakaan Widya Budaya bekerjasama dengan :
1. Badan Arsip Nasional, yaitu setiap tahun Badan Arsip Nasional mengirim tim (terdiri dari 15 orang) untuk melakukan restorasi naskah kuno, biasanya selama 1- 2 minggu dan bisa merestorasi 1-2 buah naskah.
2. Universitas Leipzig Jerman, bekerjasama dalam bidang digitalisasi naskah dan restorasi naskah. Proyek ini dibiayai oleh Program Penyelamatan Budaya dari Departemen Luar Negeri Jerman dan didukung oleh Kedutaan Besar Jerman di Jakarta. Tahap konsolidasi berlangung dari 1 Juli – 31 Desember 2009 dan secara keseluruhan proyek ini akan berlangsung kira-kira untuk selama 3 tahun
3. Perpustakaan daerah, membantu pengelolaan Perpustakaan Widya Budaya
4. Departemen Agama, dalam bidang transliterasi
G. LABORATORIUM PRESERVASI DI PERPUSTAKAAN WIDYA BUDAYA
Terdapat sebuah laboratorium preservasi yang peralatan dan bahannya berasal dari bantuan pihak Jerman.
1. Tata kerja restorasi minor
a. Cuci tangan & keringkan !!
b. Bersihkan objek restorasi (naskah/peta/gambar) dengan kuas halus atau spon wallmaster
c. Siapkan lem (4gr/200ml atau 2gr/100ml-tylose/air). Buat lem tiap senin dan rabu, sisanya kalau sudah tidak bagus di buang
d. Letakkan lembaran polyester di bawah objek restorasi dan juga kertas karton di bawahnya.
e. Gunakan kertas Jepang sesuai ukuran yang diperlukan dan gunakan pena air (waterpen) untuk memotong.
f. Gunakan lem secukupnya dan jangan terlalu banyak karena akan meninggalkan bekas.
g. Rapikan dengan alat teflon.
h. Pres objek restorasi sampai kering (dengan lembaran polyester dan kertas karton sebagai pemberat)
i. Jangan sering menggerakkan objek restorasi, karena akan menyebabkan objek restorasi semakin rusak (gerakkan karton jika memang perlu menggerakkan objek)
j. Jika semua kerusakan objek sudah direstorasi (diperbaiki), rapikan sisa-sisa kertas Jepang yang melebihi objek (awas jangan sampai memotong objek!)
k. Jika dalam 1 hari restorasi belum selesai, biarkan objek seperti itu(tutup objek dengan lembaran polyester di atasnya untuk melindungi dari debu dls.)
l. Jangan tinggalkan tempat kerja kecuali dalam keadaan bersih.
m. Bersihkan ruangan restorasi setiap akhir kerja (kamis/jum’at) dengan di sapu dan disikat bila perlu.
Ttd
Jana Wichman
2. Peralatan-peralatan yang ada di laboratoriumm Perpustakaan Widya Budaya:
• Scanner (sekarang berada di Sono Budoyo)
• Freezer
• Alat lifecasting
• Mesin prees
• Enkapsulator
• Vacum cleaner
• Blender
• Penyedot air
• Alat pengering naskah
• Bermacam- macam kuas
• Bulpen air
• Pensil
• Jarum
• Penggaris
• Ember
• Pisau
• Gunting
• Gergaji
• Kapek
• Penjepit
• Teflon
• Gelas ukur
• Mangkok
• Meteran
• Kemoceng
• Sikat
• Tisu
• Gayung
• Lakban
• Lap
• Torong
• Cutter
• Pipa pralon
• Alat press
manual
3. Bahan-bahan yang ada di Laboratoriumm Preservasi Perpustakaan Widya Budaya:
• Lem
• Tisu jepang
• Pita untuk jilid
• Tylose
• Air non besi
• Kertas non asam
• Bubur kertas
• Benang
• Senar
• Aseton
• Alcohol
• Plastic enkapsulasi
• Kertas karton non-asam (untuk sampul bagian luar)
• Kertas khusus non-asam (untuk halaman perancis)
H. ANGGARAN
Tidak ada subsidi dari pemerintah untuk Perpustakaan Widya Budaya, Anggaran operasional sehari-hari berasal dari kraton, yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil survey kami, dapat kami simpulkan bahwa preservasi dan konservasi di Perpustakaan Widya Budaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai berikut :
A. Konservasi
Konservasi di perpustaaan Widya Budaya, masih belum bagus. Karena belum ada kebijakan yang komprehensif terutama terkait dengan upaya pencegahan kerusakan bahan pustaka.
Misalnya :
1. Belum ada pengaturan suhu yang ideal untuk penyimpanan naskah. Seharusnya, naskah disimpan dalam suhu antara 20˚C - 24˚C non stop.
2. Seharusnya ruangan terbebas dari partikel debu yang merusak naskah.
3. Belum tersedianya rak penyimpan naskah yang baik.
4. Anggaran dari pemerintah dan keraton yang masih kecil.
5. Kurangnya tenaga ahli dalam bidang preservasi dan konservasi.
B. Preservasi
Kegiatan preservasi di perpustakaan Widya Budaya sudah berjalan cukup baik, terutama sejak ada kerjasama antara Keraton dan Universitas Leipzig. Kegiatan preservasi di Perpustakaan Widya Budaya meliputi :
1. Digitalisasi naskah
2. Mengganti sampul
3. Memperbaiki jilidan
4. Memperkuat naskah
5. Menambal naskah yang rusak
6. Freezing
7. Fumigasi
Dengan perlakuan-perlakuan preservasi tersebut naskah yang rusak diperbaiki sehingga menjadi lebih tahan lama.
C. Saran
Sebaiknya segera mengejar berbagai ketertinggalan dalam bidang preservasi dan konservasi, agar bisa melestarikan naskah-naskah lama milik Kraton Yogyakarta yang bernilai sejarah tinggi dan adi luhung dengan sebaik-baiknya. Mengingat sampai saat ini masih ada tujuh ribu naskah Kraton Yogyakarta yang berada di Inggris, yang belum bisa “pulang” karena keterbatasan kemampuan yang kita miliki dalam melestarikan, merawat, dan menjaga naskah-naskah lama tersebut yang notabene menuntut standar konservasi dan preservasi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Lasa HS. 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Lindsay, Jennifer. 1994. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Wawancara dengan DR. Maharsi, SS.,M.Hum. (Pimpro Digitalisasi Naskah Kraton Yogyakarta), Senin 12 Desember 2011, Senin 19 Desember 2011.
Wawancara dengan KRT Purwodiningrat (Cucu HB VII sebagai Pengageng 2. Perpustakaan Widya Budaya), Sabtu 17 Desember 2011.
Wawancara dengan Mas Bekel Widya Pitaya / Muhammad Ali Pataya (Petugas BPAD Yogyakarta yang diperbantukan di Perpustakaan Widya Budaya), Sabtu 10 Desember 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar